TIMORDAILYNEWS.COM – Sidang kasus dugaan korupsi Bank NTT dengan terdakwa Budi Angjadin di Pengadilan Negeri Kupang, Senin 4 September 2023 menguak fakta baru.
Fakta baru tersebut adalah aksi blunder dua bersaudara dalam pemberian kredit yang telah menyebabkan kerugian yang dialami Bank NTT mencapai Rp3 miliar lebih.
Dua bersaudara dalam pusaran kasus kredit macet Bank NTT senilai Rp5 miliar tersebut adalah Paskalia Uun Bria selaku mantan Kepala Divisi (Kadiv) Kredit Bank NTT dan Beatrix Yasintha Tae selaku Mantan Kepala Cabang Khusus Bank NTT.
Paskalia Uun Bria dinilai tidak teliti dalam memutuskan menyetujui memberikan kredit ke pemohon. Sedangkan Beatrix Yasintha Tae langsung mencairkan kredit kepada pemohon setelah mendapat memo dari Paskalia.
Paskalia Uun Bria dengan Beatrix Yasintha Tae disebut bersaudara karena suami dari keduanya adalah kakak beradik kandung.
Suami Paskalia Uun Bria adalah Agustinus Bria Seran kakak dari Stefanus Bria Seran, suami dari Beatarix Yasintha Tae.
Dilansir oke narasi, Ketua Majelis Hakim Supriyatna Rahmat, SH, MH dalam sidang di Pengadilan Negeri Kupang pada Senin 4 September 2023 menilai keterangan saksi Paskalia Uun Bria, mantan Kepala Divisi (Kadiv) Kredit Bank NTT tidak pruden (berhati-hati) dalam memutuskan pemberian kredit kepada Rafi alias Rahmat selaku debitur, sehingga Bank NTT dirugikan sebesar Rp 3 Miliar lebih.
Penilaian tersebut disampaikan usai mendengarkan keterangan Paskalia Uun Bria selaku saksi yang dihadirkan dalam sidang perkara pada Senin, 4 September 2023 di Pengadilan Negeri Kupang.
Menurut Ketua Majelis Hakim Supriyatna Rahmat, prinsip Prudential Bank atau Asas Prudensial menjadi hal penting dalam memutuskan kredit kepada debitur, yang wajib diperhatikan oleh pihak pemutus kredit dalam hal ini Kepala Divisi Kredit Bank NTT.
Namun faktanya, kata Supriyata, hal tersebut tidak menjadi perhatian serius dari pejabat pemutus kredit.
“Anda tidak pruden dalam memutuskan kredit tersebut. bahkan anda tidak baca bukti nomor 86 dalam perkara ini terkait dengan cover noted dari pihak notaris akan sertifikat yang menjadi agunan dari debitur. Patokan anda hanya berdasarkan copian sertifikat tanpa menunggu kepastian keaslian sertifikat dari notaris,” ujar Hakim Supriyatna.
Menanggapi pendapat dari Ketua majelis Hakim tersebut, Paskalia Uun Bria sebagai saksi mengaku bahwa dirinya memang tidak memperhatikan hal tersebut. Sebab dirinya berasumsi bahwa apa yang disampaikan oleh terdakwa sebagai tim analis kredit sudah benar dan bisa dipercaya.
“Saya tidak memperhatikan catatan tersebut yang mulia,” jawabnya.
Selain kurang pruden dalam memutuskan pencairan kredit tersebut, Paskalia Uun Bria dinilai terlalu cepat dalam mengambil keputusan. Di mana setelah berkas kredit dinyatakan lengkap menurut versi analis kredit pada tanggal 21 Oktober 2016 serta proses pencairan dana kepada debitur dilakukan pada tanggal tersebut.
Hal ini menurut Majelis hakim sangat tidak lazim. Sebab berdasarkan aturan dari pihak OJK maupun BI biasanya proses pencairan akan dilaksanakan setelah 90 hari proses pemberkasan, sembari melakukan penilaian dari berbagai aspek akan kredibilitas calon debitur.
Namun Saksi Paskalia Uun Bria mengatakan keputusan tersebut diambil lantaran dirinya akan memasuki masa pensiun pada 23 Oktober 2016, sehingga seluruh pekerjaannya harus segera diselesaikan sesuai tanggung jawabnya.
“Karena saya akan memasuki pensiun pada 23 Oktober 2016, maka tanggung jawab saya harus menyelesaikan semua pekerjaan yang saya tangani, termasuk usulan kredit dari calon debitur yang menjadi perkara dalam kasus ini,” ungkapnya.
Menanggapi jawaban saksi, majelis hakim merasa prihatin sebab tindakan saksi selaku Kepala Divisi Kredit Bank NTT yang kurang cermat dan teledor, mengakibatkan Budiman Januar Anggjadi sebagai analis kredit harus menjadi terdakwa dalam perkara ini.
Dalam sidang Senin 4 September 2023 ini, selain Paskalia Uun Bria sebagai mantan Kepala Divisi Kredit Bank NTT yang dihadirkan sebagai saksi lainnya yakni Beatrix Yasintha Tae (Mantan Kepala Cabang Khusus Bank NTT) yang juga istri dari mantan Bupati Malaka, Stefanus Bria Seran serta Sem Haba Bunga, Kasubdiv Kredit Bank NTT.
Beatrix Langsung Cairkan Usai Terima Memo dari Paskalia
Mantan Pimpinan KCK Bank NTT, Beatarix Yasintha Tae, yang juga hadir sebagai saksi mengaku bahwa dirinya melakukan pencairan kredit sebesar Rp 5 Miliar pada 21 Oktober 2016 atas dasar memo atau catatan yang diberikan oleh Kadiv Kredit Bank NTT, Paskalia Uun Bria.
“Saat dirinya menerima memo dari Kadiv Kredit Bank NTT, saya langsung melakukan transfer ke rekening milik Rafi alias Rahmat sebesar Rp 5 Miliar pada hari yang sama,” ujarnya menjawab pertanyaan majelis hakim terkait waktu pelaksanaan pencairan kredit.
Selain itu, dalam keterangannya Beatrix Yasintha Tae mengaku tidak mengetahui persis sistim take over kredit dalam kasus tersebut. Pasalnya, dirinya mengaku hanya diminta untuk melakukan pencairan kredit kepada debitur sesuai memo tersebut.
Seperti diketahui, kedua saksi yang dihadirkan dalam perkara ini baik itu Paskalia Uun Bria (Mantan Kadiv Kredit Bank NTT) dan Beatarix Yasintha Tae (Mantan Pimpinan KCK Bank NTT) ternyata memiliki ikatan kekerabatan keluarga.
Di mana suami dari kedua saksi tersebut diketahui sebagai saudara kandung yakni suami Paskalia Uun Bria adalah Agustinus Bria Seran kakak dari Stefanus Bria Seran, suami dari Beatarix Yasintha Tae.
Selain itu, pada posisi direksi Bank NTT saat itu tahun 2016 ada nama Eduardus Bria Seran yang merupakan adik Ipar dari Paskalia Uun Bria dan Beatrix Yasintha Tae yang menjabat Direktur Pemasaran Bank NTT yang membawahi bidang tugas pemasaran dana dan kredit. (okenarasi/TIMOR DAILY/TIMORDAILYNEWS.COM)