News  

Caleg Demokrat Dapil IV Belu Raih Suara Sama Banyak Timbulkan Pro dan Kontra, Begini Penjelasan Mantan Anggota KPU Provinsi NTT

Caleg Demokrat Dapil IV Belu Raih Suara Sama Banyak Timbulkan Pro dan Kontra, Begini Penjelasan Mantan Anggota KPU Provinsi NTT
TIMORDAILY.COM, ATAMBUA – Tahapan pemilu serentak tahun 2019 saat ini sudah memasuki pleno rekapitulasi di tingkat PPK dan akan masuk ke pleno tingkat kabupaten.
Klaim menang atau unggul bukan hal baru pasca pemungutan suara tanggal 17 April lalu.
Sama halnya yang terjadi di Kabupaten Belu, Perbatasan Indonesia-Timor Leste atau RI-RDTL.
Namun ada hal yang berbeda terjadi di daerah pemilihan (dapil) IV Kabupaten Belu.
Ada dua calon anggota legislatif (Caleg) Kabupaten Belu dari Partai Demokrat yang mengklaim meraih suara sama banyak di dapil tersebut berdasarkan hasil rekapitulasi di tingkat PPK.
Ada informasi yang mengatakan salah satu caleg memiliki suara lebih unggul dari caleg lainnya namun ada yang menyebutkan perolehan suara kedua caleg tersebut sama.
Berdasarkan UU nomor nomor 7 tahun 2017 dan PKPU nomor 5 tahun 2019 sudah secara jelas tertulis siapa caleg yang akan ditetapkan sebagai caleg terpilih manakala perolehan suaranya sama  banyak di sebuah dapil.
Meski demikian, ada beberapa pandangan dan penafsiran berbeda terhadap bunyi aturan ini.
Bahkan ada yang menyebutkan, caleg yang harus ditetapkan sebagai pemenang adalah caleg senior dan juga pengurus senior partai tersebut.

Caleg Demokrat Dapil IV Belu Raih Suara Sama Banyak Timbulkan Pro dan Kontra, Begini Penjelasan Mantan Anggota KPU Provinsi NTT
Djidon de Haan

 
BACA JUGA : Pasca Pembunuhan di Cabang PU Atambua, Masih Terjadi Aksi Saling Kejar dan Saling Tusuk. Begini Kesaksian Dandim Belu
BACA JUGA : Suami Ditemukan Tewas di Jalan Raya Pantura Biboki Anleu, Jeklin Ungkap Kejanggalan dan Sesalkan Kinerja Polisi
BACA JUGA : Camat Raihat Sebut Media Jual Berita Ecek-ecek Gegara Beritakan Anggota Satgas RI-RDTL Aniaya Pensiunan TNI
Hal ini lantas menimbulkan pro dan kontra terkait siapakah yang akan ditetapkan sebagai caleg terpilih untuk duduk di kursi dewan periode 2019-2024.
Adapun caleg yang memiliki suara terbanyak tersebut adalah caleg nomor urut 1 atas nama Mauk Martinus dengan caleg nomor urut 2 atas nama Kristo Rin Duka.
Kedua caleg ini meraih suara terbanyak dalam partai itu namun jumlahnya sama yakni 571 dengan rincian :

  1. Caleg nomor urut 1 Mauk Martinus memperoleh suara sebanyak 47 di Kecamatan Raimanuk, 9 suara di Kecamatan Nanaet Duabesi dan Tasifeto Barat 515.
  2. Caleg nomor urut 2 Kristo Rin Duka memperoleh suara sebanyak 489 di Kecamatan Raimanuk, di Kecamatan Nanaet Duabesi 11 suara dan Kecamatan Tasifeto Barat sebanyak 71 suara.

Perdebatan antara siapa caleg yang harus ditetapkan sebagai caleg terpilih terjadi di medsos Facebook.
Perdebatan berawal dari postingan di grup facebook Yobers Asa pada tanggal 29 April 2019.
Postingan tersebut melampirkan screenshoot PKPU nomor 5 tahun 2019 dan foto perolehan suara caleh untuk Dapil IV.
Postingan yang menandai beberapa orang ini langsung mendapat respon berupa like atau komentar dan perdebatan panjang.
Salah satu akun, Allan Tangkere menanggapi dengan komentar bahwa jika merujuk pada aturan, tidak perlu diperdebatkan lagi. Antara siapa dengan siapa yang punya suara sama.
Akun lainnya, Elias Luan mengatakan, Yang harus dimengerti adalah penyebaran, bukan unggul di kecamatan.
Kalau penyebaran di kecamatan, lanjut Elias, maka antara Mauk Martinus dengan Isto Duka keduanya sama maka akan dibawa lagi  penyebaran  ke tingkat desa baru dilihat siapa yang penyebarannya merata di desa-desa.
Menurut Elias yang harus dimengerti adalah penyebaran suara caleg, bukan suara tertinggi.
Ada akun lain atas nama Helio Caetano Moniz yang menulis panjang lebar dan memberikan penafsiran terhadap aturan itu.
Menurut Helio, penafsiran terhadap sesuatu itu ada ketentuannya yakni penafsiran otentik, penafsiran tekstual, penafsiran gramatikal, penafsiran bentuk pasal, penafsiran sistematis dan penafsiran analogis.
Helio menguraikan panjang lebar penafsirannya dan mengatakan dirinya tidak memihak siapapun caleg yang akan ditetapkan sebagai caleg terpilih melainkan hanya membagi ilmu penafsiran yang dimilikinya.
Akun lainnya, Yaeni Lalo menegaskan, dalam aturan PKPU nomor 5 tahun 2019 sudah tertulis secara jelas dan tidak sulit dipahami.
Menurut Yeani, sebaiknya langsung komunikasikan dengan KPU karena mereka yang diberi kewenangan untuk menyelenggarakan pemilu.
Terkait semua proses pemilu dengan masalah yang ada, kaya Yeani, juga tugas mereka menyelesaikan karena pernyataan mereka adalah sebuah legitimasi hukum yang bisa dipegang untuk urusan lebih lanjut.
“Mungkin sebelum pleno KPU tingkat kabupaten, bisa minta penjelasan dulu. Supaya tidak kaget saat penetapan,” katanya.
Terhadap perdebatan ini, TIMORDAILY.COM meminta pendapat Mantan Anggota KPU Provinsi NTT, Djidon de Haan untuk memberikan pendapatnya.
Menurut Djidon, yang dimaksud  dalam PKPU nomor 5 tahun 2019 khususnya pasal 13 ayat 2  yakni persebaran wilayah perolehan suara lebih luas adalah, jika dalam suatu dapil ada empat kecamatan maka harus merata di semua kecamatan.
“Kalau hanya dua kecamatan banyak tapi yang lain tidak maka yang dapat kursi calon adalah yang persebarannya lebih merata,” jelas Djidon.
Dia mencontohkan, ada calon yang dapat suara 1.000 di dua kecamatan masing-masing 600 dan 400  dan calon lainnya perolehan suara 900 dan 100. Dari kedua calon ini, yang dapat kursi adalah calon yang mendapat suara 600 dan 400.
Terkait kasus Partai Demokrat di Dapil IV Belu yakni perolehan suara  di tiga kecamatan yaitu caleg nomor urut 1 : 515, 47, 9 dan caleg nomor urut 2  dengan perolehan suara : 489, 71, 11.
Maka Djidon mengatakan, caleg nomor urut 2 yang harus mendapatkan kursi sebagai caleg terpilih.
“Caleg 2 lebih merata di dapilnya,” pungkas Djidon. (roy/TIMOR DAILY/TIMORDAILY.COM)
BACA JUGA : Usai Tenggak Miras, Pria ini Tusuk Warga Atambua Perbatasan RI-RDTL Hingga Tewas
Editor : Fredrikus R. Bau
 
 
 
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *