Kepala BOP Labuan Bajo Shana Fatina Pernah Ikut Aksi 212? Fotonya Beredar di Medsos dan Begini Desakan TPDI
TIMORDAILY.COM, JAKARTA – Kepala Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo, Shana Fatina diduga pernah terlibat dan ikut dalam aksi 212, GNPF-MUI.
Hal ini terlihat dari berbagai pesan dan foto-fotonya yang ramai beredar di media sosial (medsos) whatsapp.
Karena itu, Shana didesak untuk segera mengklarifikasi hal tersebut.
Desakan ini disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus melalui siaran pers yang diperoleh TIMORDAILY.COM, Sabtu (10/5/2019).
Dikatakan Selestinus, Shana Fatina adalah pejabat publik yang memimpin BOP Labuan Bajo Flores.
Badan ini merupakan Badan Pelaksana Satuan Kerja Kementerian Pariwisata yang secara struktur berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
BACA JUGA : Nasib Dua Caleg Demokrat Dapil IV Belum Bisa Dipastikan, KPU Belu Belum Tetapkan Jadwal Pleno
BACA JUGA : Tim Advokasi Dewi Tanjung Desak Kapolda Metro Jaya Tangkap dan Tahan Eggi Sudjana Saat Pemeriksaan Sebagai Tersangka Gerakan People Power
BACA JUGA : Tujuh Srikandi Isi Kursi DPRD Belu, Walde Berek Kehilangan Kursi Ketua
Karena itu, Shana Fatina harus mengklarifikasi foto-foto dirinya dan pesan-pesan WhatsApp yang beredar di Medsos yang menghubungkannya dengan aksi 212, GNPF-MUI.
Pasalnya, foto-foto yang beredar tersebut telah mengganggu kohesivitas Masyarakat Labuan Bajo termasuk munculnya tuntutan untuk bubarkan BOP Labuan Bajo dan tarik Shana Fatina dari BOP Labuan Bajo Flores.
Selestinus menambahkan, seandainya “benar” Shana Fatinah adalah aktivis yang ikut serta dalam aksi 212, GNPF-MUI, apakah sebagai panitia atau simpatisan atau ada misi lain dari GNPF-MUI, maka Shana Fatina bukanlah orang yang tepat untuk memimpin BOP Labuan Bajo.
Hal ini karena visi dan misi GNPF-MUI jelas bertolak belakang dengan program dan visi pembangunan kepariwisataan yang menekankan pada aspek sosial budaya, lingkungan alam dan agama masyarakat setempat.
Oleh karena itu, lanjut Selestinus, Shana Fatina harus segera mengklarifikasi foto-foto dan pesan WhatsApp-nya yang beredar di Medsos yang dikaitkan dengan aksi 212 GNPF-MUI.
Tujuannya agar publik NTT dapat memperoleh informasi yang benar dan agar BOP Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores steril dari kegiatan politik praktis yang partisan dan oposan terhadap Pemerintahan Jokowi.
Publik tahu bahwa GNPF-MUI dalam sikap sosial politiknya selama ini selalu opisisi terhadap kepemimpinan Jokowi, terlebih-lebih beberapa tokohnya ikut dalam gerakan anti Pancasila.
Foto dan pesan WatsApp yang menghubungkan Shana Fatinah dengan aksi 212 GNPF-MUI, telah menimbulkan kecurigaan publik NTT, bahkan publik NTT mulai menduga-duga jangan-jangan Shana Fatina menjadi bagian dari aksi 212, GNPF-MUI.
Atau setidak-tidaknya Shana Fatina sudah terpapar Radikalisme dan Intoleransi dan saat ini sedang membuka ruang untuk berkembangnya Radikalisme dan Intoleransi melalui BOP Labuan Bajo, sehingga klarifikasi itu menjadi sangat urgent demi BOP Labuan Bajo Flores dan Masyarakat NTT.
Dugaan ini sangat beralasan karena akhir akhir ini Radikalisme dan Intoleransi sudah masuk ke dalam Instusi Pemerintah dan BUMN sehungga Pemerintah Cq. BNPT, BIN dan POLRI selalu menghimbau dan mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi terpaparnya Radikalisme dan Intoleransi di kalangan Pejabat dan ASN, baik dalam organisasi Pemerintah termasuk BOP Labuan Bajo, Flores maupun di dalam BUMN-BUMD.
BOP Labuan Bajo Flores harus steril dari kepemimpinan yang memiliki loyalitas ganda yaitu loyal kepada Pancasila tetapi juga mendukung gerakan Radikalisme dan Intoleransi yang anti terhadap Pancasila, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
Klarifikasi tentang rekam-jejak Shana Fatina terkait beredarnya foto dan pesan WhatsApp tentang dirinya di medsos dalam aksi 212 harus diperjelas, karena dikhawatirkan jangan sampai BOP Labuan Bajo, Flores bisa disalahgunakan untuk kepentingan infiltrasi radikalisme, terorisme dan intoleransi.
Mengapa muncul resistensi yang sangat besar dari Masyarakat NTT terhadap program Wisata Hala ini, oleh karena program ini bertentangan dengan UU Kepariwisataan dan bertentangan dengan pasal 17, Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2018, Tentang BOP Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores yang mengamanatkan Badan Pelaksana memperhatikan aspirasi, budaya, karakteristik dan masukan dari masyarakat yang ada di Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores.
Sebelumnya, Petrus Selestinus mengkritisi penerapan konsep wisata halal yang akan diterapkan BOP Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.
Menurutnya, konsep Wisata Halal yang dicoba diterapkan oleh Badan Otoritas Pariwisata (BOP) di Manggarai Barat, sebetulnya adalah penghalusan dari konsep tentang Hotel Syariah yang pernah ada melalui Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 2 Tahun 2014, Tentang Hotel Syariah yang kemudian dicabut kembali dengan Peraturan Menteri Pariwisata No. 11 Tahun 2016, karena dianggap tidak sesuai dengan keadaan dan kebutuhan.
Oleh karena itu konsep Wisata Halal ini sebetulnya tidak memiliki landasan hukum karena tidak dikenal atau tidak diatur di dalam UU No. 10 Tahun 2009, Tentang Kepariwisataan, juga bertentangan dengan kewajiban negara menurut pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yaitu negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip NKRI.
Dengan demikian, maka konsep Wisata Halal ini bakal menjadi kontra produktif dan akan mengganggu kohesi sosial masyarakat Manggarai Barat yang sudah tertata rapi selama bertahun-tahun lamanya, bukan saja karena ia melanggar UU No. 10 Tahun 2009, Tentang Kepariwisataan yang mensyaratkan penentuan wilayah pariwisata yang strategis, harus memperhatikan aspek sosial, budaya, lingkungan dan agama masyarakat setempat akan tetapi juga konsep Wisata Halal ini bertentangan dengan amanat Konstitusi pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
Apalagi konsep Wisata Halal ini hendak mengintegrasikan nilai-nilai syariah ke dalam kegiatan pariwisata, seperti fasilitas-fasilitas, ornamen-ornamen dan model pelayanannya-pun harus yang sesuai dengan ketentuan syariah, sehingga berpotensi mematikan ekspresi budaya tradisional lokal.
Jika konsep ini ditolerir, maka bukan hanya budaya lokal yang menjadi anak tiri, akan tetapi sumber daya manusianya-pun mulai dari tenaga resptionis hingga jabatan manager harus yang paham dan menganut hukum syariah demi menjamin pemenuhan mutu pelayanan wisata halal tadi, sehingga tidak tertutup kemungkinan muncul tuntutan diperlukan “perda syariah” sebagai pijakannya.
Nuansanya harus Islami, lagu-lagu, pernak pernik semuanya harus bernuansa syariah. Ini tentu tidak sesuai dengan konsep pembangunan kepariwisataan NTT yang berbasiskan kearifan lokal, mengedepankan ekspresi budaya tradisional lokal dan tentu saja semangatnya adalah semangat mewujudkan masyarakat NTT yang berdaulat dibidang politik, berdikari dibidang ekonomi dan berkepribadian di bidang kebudayaan untuk mewujudkan tujuan nasional bangsa.
APRESIASI SIKAP GUBERNUR NTT VIKTOR LAISKODAT
Dengan demikian konsep BOP Kabupaten Manggarai Barat yang hendak menjadikan Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat dengan karakteristik Pariwisata Halal, harus dihentikan, karena konsep halal ini berpijak pada ajaran syariah sehingga berpotensi menggusur identitas budaya lokal, kearifan lokal dan adat budaya lokal masyarakat Kabupaten Manggarai Barat yang merupakan bagian dari ekspresi budaya tradisional yang harus dilindungi.
Sikap tegas Pemerintah Provinsi NTT wajib didukung oleh masyarakat, apalagi saat ini Pemerintah Provinsi sedang giat-giatnya mengangkat budaya lokal untuk tampil dalam setiap kegiatan Kepariwisataan di seluruh NTT termasuk Kabupaten Mangarai Barat dan Kabupaten lainnya, sebagai wujud tanggung jawab negara menjalankan amanat pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
Pada sisi yang lain, tanpa disadari konsep Wisata Halal ini justru menimbulkan tafsir seakan-akan menempatkan kearifan lokal berada pada posisi yang diharamkan dan ini jelas menyinggung harga diri dan martabat masyarakat Manggarai Barat.
Kultur dan karakter masyarakat Manggarai Barat yang sangat toleran terhadap perbedaan dan yang selalu hidup berdampingan secara damai tanpa ada persoalan halal dan haram selama ini mestinya tidak boleh diganggu gugat atas alasan apapun dan oleh siapapun.
Oleh karena selama ini kehidupan masyarakat Manggarai Barat berjalan secara alamiah dan penuh toleransi tanpa ada insiden apapun.
Kepala BOP Labuan Bajo Shana Fatina Pernah Ikut Aksi 212? Fotonya Beredar di Medsos dan Begini Desakan TPDI
COPOT JABATAN SHANA FATINAH DARI JABATAN KEPALA BOP MANGGARAI BARATWarga masyarakat Manggarai Barat sangat tahu bagaimana menghormati dan memberi tempat yang layak bagi saudara-saudaranya yang Muslim atau tamu-tamunya yang Muslim, juga sebaliknya saudara-saudara yang Muslim di Manggarai Barat sangat tahu bagaimana menghormati kultur saudara-saudaranya orang Manggarai Barat.
Kondisi demikian sudah menjadi kultur bersama yaitu saling menghargai perbedaan tanpa harus diatur dengan berbagai regulasi dan kebijakan yang hanya mengejar keuntungan materi semata-mata tanpa memperhatikan persoalan keberagaman kebudayaan daerah yang saat ini sangat diperlukan untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia sebaga investasi untuk membangun masa depan dan peradaban bangsa demi terwujudnya tujuan nasional.Kepala Badan Otoritas Pariwisata (BOP) Kabupaten Manggarai Barat, Shana Fatina harus dicopot dari jabatannya dan sebelumnya harus mencabut konsep Wisata Halal dimaksud disertai permintaan maaf kepada masyarakat Manggarai Barat dan Pemerintah Provinsi NTT, karena konsep Wisata Halal ini tidak ada pijakan hukumnya, bahkan berbasis pada hukum syariah yang sulit diterapkan di Manggarai Barat dan Provinsi NTT pada umumnya yang kultur dan agamanya berbeda.
Apalagi pada saat yang bersamaan Pemerintah Daerah NTT sedang membangun Kepariwisataan NTT yang berbasis pada ekowisata yang mengedepankan aspek kearifan lokal, konservasi alam, pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal, seperti Bangunan Hotel bergaya rumah adat, reseptions dan duta wisata harus berpakaian sarung tenun khas NTT, sapaan pembuka disesuaikan dengan tradisi setempat, tamu disuguhi sirih pinang dan tembako dan lainnya yang tentu saja gaya khas NTT. (roy/TIMOR DAILY/TIMORDAILY.COM)
Editor : Fredrikus R. Bau