TIMORDAILY.COM, MALAKA- Kasus kematian (ANKTS) warga Desa Maktihan, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka, menimbulkan sejumlah pertanyaan. Warga menyebut, (DK) pelaku diketahui sebagai rajin berdoa.
Pagi itu, pelaku (DK) jalan kaki menuju ke rumah korban (ANKTS), sempat ditegur pemuda Desa Maktihan, akan tetapi pelaku (DK) hanya membalas dengan candaan senyum, akan tetapi tak diketahui tujuannya kemana.
“Pelaku itu, minggu lalu mengalami masalah, jatuh dari pohon kelapa dan tangannya patah,” jelas Nahak, kepada TIMOR DAILY, Minggu (21/2/21), salah satu warga Desa Maktihan mengaku melihat sang Pelaku berjalan kaki berarah menuju TKP pada paginya.
Saat kejadian, banyak warga sempat berusaha selamatkan korban akan tetapi gagal, hal itu dikarenakan pelaku melakukan serang membabibuta dengan cara lemparan batu ke warga, akan tetapi korban yang sudah terkapar belum dilihat warga saat itu.
“warga baru mengetahui, ketika pelaku (DK) kembali ke halaman rumah penggilingan padi (TKP) korban terkapar, sembari memukul wajah korban dengan batu, saat itu datanglah seorang polisi berpakaian preman dan berhasil amankan situasi,” ucap Nahak.
Walau demikian, warga menyebut pelaku (DK) sangat rajin berdoa (masuk gereja), terkadang pingsan di dalam gereja, sebab pelaku diketahui ada penyakit (bibimaten) epilepsi.
Kapolres Malaka, AKBP Albert Neno melalui Kapolsek Malaka Barat, Iptu I Wayan Budiasa kepada sejumlah awak media mengatakan proses hukum kasus tersebut sementara berjalan.
Saat ini, pihaknya melakukan penyelidikan kasus. Sejumlah saksi sudah diperiksa dan beberapa barang bukti berhasil diamankan di antaranya batu, pecahan kaca dan sebuah unit sepeda motor.
“Penyidik terus mengembangkan penyelidikan agar kasus ini berhasil diungkap agar menjadi terang-benderang. Penyelidikan intens dilakukan untuk mengungkap motif apa di balik kasus pembunuhan warga Desa Maktihan tersebut,”jelas Kapolsek Malaka Barat
Sesuai olah tempat kejadian perkara (TKP), kata Ipu I Wayan Budiasa belum sampai pada motif pembunuhan karena pihaknya masih mendalami sejumlah alat bukti dan barang bukti.
Karena, DK (41), warga Desa Besikama yang diduga masih berprilaku sesuai tata krama dan etika masyarakat setempat saat mendatangi rumah korban.
“Tapi, saat datang di rumah korban, tersangka ketuk pintu dan masuk,” ujarnya.
Dikatakannya, kalau tersangkanya gangguan jiwa maka pihaknya harus memastikan psikologi tersangka dan terus mendalami kasus untuk menemukan motif yang sebenarnya.
Dina, salah satu penghuni rumah korban kepada para wartawan di rumah duka, Minggu (21/2/21) siang mengisahkan pelaku masuk ke dalam dan menanyakan tuan rumah dengan membawa batu di kedua tangannya.
Karena tidak melihat tuan rumah, pelaku masuk ke dalam kamar keluarga korban.
Dina mengatakan korban dan isterinya tidak berada di kamar tersebut.
Korban sementara duduk di balik daun pintu kamar tengah, sehingga tidak dilihat pelaku.
Sedangkan, NUR isterinya korban, berada di ruangan makan.
Saat itu, NUR masuk di salah satu kamar dekat ruangan makan untuk bersembunyi ketika mendengar keributan.
Dina juga mengaku sempat berkomunikasi dengan pelaku dalam jarak kurang lebih enam meter di kamar tengah yang dijadikan ruangan rekreasi keluarga.
Mendengar bunyi ketika pelaku berada di kamar keluarga korban.
Ternyata, pelaku menghancurkan perabot-perabot dalam kamar. Saat itu, Dina menghindar dan berlari ke belakang rumah untuk bersembunyi karena takut.
Pantauan sejumlah awak media di rumah duka, Minggu (21/2/21) siang, situasi semua ruangan dalam rumah tidak begitu berantakan, seolah-olah kejadian naas itu ditemukan adanya indikasi motif pembunuhan yang diduga direncanakan.
Sebab pelaku diketahui mendatangi rumah korban dengan mengenderai sebuah unit sepeda motor Honda, Sabtu (20/2/21) sekitar pukul 14. 00 Wita.
Saat itu, suasana rumah korban yang terletak di pinggir jalan utama Betun-Besikama tampak sepi. Padahal, tidak seperti biasanya.
Rumah itu sering dikunjungi sanak keluarga dan warga setempat karena korban seorang tokoh pemangku adat dan pengurus Gereja Paroki Kleseleon.
Informasi yang dihimpun di rumah duka, pelaku bukanlah orang gila atau penderita penyakit epilepsi yang disebut-sebut saat kejadian.
Tidak mungkin orang gila mengenderai sepeda motor untuk bepergian.
Demikian pun, seorang penderita epilepsi tidak mungkin melakukan tindakan sejahat demikian.
Seorang yang menderita epilepsi akan diam di tempat dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Epilepsi yang diderita akan muncul pada waktu tertentu dan segera pulih.
Keluarga korban berharap aparat penegak hukum Polsek Malaka Barat Polres Malaka harus berusaha agar mengungkap motif pembunuhan untuk membuka rahasia yang terus dipergunjingkan masyarakat setempat dan keluarga.
Keluarga korban menginginkan proses hukum harus tuntas.
Jangan sampai ada motif perencanaan di balik kejadian naas yang memilukan tersebut. (VIA/TIMOR DAILY/TIMORDAILYNEWS.COM)
Editor: Oktavia