Sentuhan Kasih Muder Agnes Dalam Bencana Seroja Alor
TIMORDAILYNEWS.COM, ALOR- Hari itu, Minggu 4 April 2021 pagi kabar duka menyelimuti bumi nusa kenari (julukan bagi Kabupaten Alor). Siklon badai seroja yang melanda wilayah NTT, termasuk Kabupaten Alor bagaikan monster yang menakutkan. Banjir bandang, angin kencang, dan tanah longsor meluluhlantahkan rumah masyarakat, menghancurkan infrastruktur, dan merusakkan tanaman masyarakat, hingga menelan korban jiwa.
Beberapa hari setelah bencana itu, Pemerintah Kabupaten Alor pada, Rabu 10 April 2021 merilis data sementara berkaitan dengan peristiwa tragis tersebut, yakni, bencana itu menelan korban meninggal dan hilang mencapai 40 lebih orang, sebanyak 25 orang mengalami luka-luka. Sedangkan kerusakan infrastruktur, antara lain terdata 57 ruas jalan, kerusakan jembatan di 14 kecamatan, abrasi pantai dan kali di 54 titik, belum ditambah kerusakkan tambatan perahu dan tanaman masyarakat.
Sedangkan kerusakkan rumah warga tercata, sebanyak 1.913 unit rusak, terdiri dari 672 unit rusak berat, 475 unit rusak sedang, dan 786 unit rusak ringan. Kerusakkan juga terjadi pada fasilitas umum dan fasilitas masyarakat lainnya.
Kejadian pilu ini sontak menggugah nurani sesama anak manusia. Masyarakat umum lainnya baik yang ada di Kabupaten Alor maupun diluar daerah, hingga penjuru dunia turut merasakan apa yang dialami masyarakat.
Pemerintah, LSM, Organisasi Kepemudaan dan Mahasiswa, Komunitas, para donatur, dan pegiat sosial dari berbagai elemen tergerak hati dan langsung bergerak dengan “mengumpulkan tangan” bergotong-royong meringankan beban derita yang dialami masyarakat.
Bantuan sosial atau karitatif ini juga mendapat perhatian dari biarawati katolik, Sr. Agnes Tere, SSPS, yang sehari-harinya menjalankan tugas sebagai Muder atau Kepala Biara Komunitas St. Mikhael Tombang-Kalabahi. Muder Agnes merupakan bagian dari salah satu perempuan pertama yang menerobos lokasi bencana untuk menyalurkan bantuan bagi masyarakat yang saat itu menyelamatkan diri dengan mengungsi di Kapela di wilayah Mainang-Tominuku, sebuah Kapela Katolik yang berada di wilayah pegunungan Kabupaten Alor atau jaraknya sekitar 40-50 Km dari Kota Kalabahi, Ibukota Kabupaten Alor.
Untuk mencapai Kapela ini dari Kota Kalabahi harus menggunakan kendaraan double garden dan membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam sampai 2 jam disaat kondisi normal. Namun ketika bencana terjadi, kendaraan yang melewati benar-benar uji nyali, karena disejumlah titik ruas jalan yang ada dipenuhi material lumpur akibat longsor, juga ditemukan batang pohon yang menutup jalan akibat angin kencang dan banjir.
Berkaitan dengan kondisi bencana dan kegiatan sosial tersebut, Suster Agnes yang disapa Muder Agnes kepada Wartawan di Biara SSPS Tombang, pada Rabu 12 Mei 2021 menceritakan tentang bagaimana hatinya tergerak sejak awal bencana itu hingga langsung bergerak dengan aksi nyata menerobos medan yang berat untuk mencapai lokasi bencana dan pengungsian, guna sedikit bisa berbagi dengan masyarakat yang tengah dirundung kesusahan.
“Ceriteranya begini, ketika perisitiwa bencana pada tanggal 4 April lalu, masih pagi hari Saya ditelepon Romo Frangky, Pr dari Mainang. Romo Frangky adalah seorang Pastor Muda yang bertugas di Kapela Mainang. Romo ketika itu membutuhkan bantuan logistik, karena saat itu banyak masyarakat yang datang menyelamatkan diri dan mengungsi di Kapela. Romo dalam percakapan tersebut juga menggambarkan tentang kondisi bencana yang cukup parah disana, hingga menelan korban jiwa, dan sebagainya. Seusai telepon tersebut, Saya langsung menghubungi sejumlah pengusaha atau tokoh umat di Kalabahi untuk dapat membantu masyarakat di sana. Selang waktu yang tidak lama, logistik bantuan sudah terkumpul, seperti sembako, pakaian, dan barang lainnya. Bermodalkan sumbangan yang ada, Saya dan beberapa orang langsung berangkat ke lokasi bencana untuk memberikan bantuan kepada masyarakat disana,” ungkap Muder Agnes.
Muder Agnes mengungkapkan, dirinya ketika bersama sejumlah orang mengantar bantuan tersebut, menghadapi tantangan dalam perjalanan yang cukup berat. Pasalnya ketika itu hujan dan angin masih terjadi, ruas jalan disejumlah titik masih berlumpur dan dipenuhi material, serta batang dan ranting pohon yang tumbang menghalangi jalan, ditambah lagi kabut tebal yang menutupi pemandangan.
Kendati menghadapi kondisi alam tersebut, tandas Muder Agnes, rombongannya bisa melewati hingga bisa mengantarkan bantuan yang ada sampai kepada masyarakat yang tengah mengungsi di Kapela Mainang.
Perjuangan kemanusiaan mereka ini, kata Muder Agnes, tanpa sengaja ada orang yang mendokumentasinya, dan kemudian menggunggah di media sosial (facebook). Unggahan facebook yang dilengkapi dengan sejumlah foto dilokasi bencana dan pengungsian tersebut, kemudian mendapat respon dari sejumlah orang yang berhati baik yang juga ingin berbagi dengan masyarakat Alor yang tertimpa bencana tersebut.
“Saya setelah kembali dari lokasi bencana, mendapat telepon dari Pater Agus Duka, SVD. Ia menanyakan benarkah engkau yang ada di facebook tersebut di lokasi bencana. Kemudian Pater Agus menghubungkan saya dengan LSM JPIC SVD (Justice, Peace, and Integrity of Creation) atau Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan) SVD Ruteng, Manggarai Flores di bawah koordinator Pater Simon Tukan, SVD. Dalam percakapan itu JPIC mau mengulurkan bantuan kemanusiaan kepada Kabupaten Alor, selain di Adonara, Flores Timur dan Lembata. Bantuan juga datang Romo Laurentius Purwanto, SCJ dan Ibu Lanny di Jakarta yang dengan rela hati memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak langsung bencana.
Komunikasi tersebut, ujar Muder Agnes, tidak bertele-tele dan dalam selang waktu singkat, bantuan dana ditransfer, selanjutnya dirinya langsung membelanjakan barang kebutuhan untuk bantuan tersebut. Bantuan kali ini disalurkan kepada masyarakat di Maipiting, Kecamatan Alor Timur Laut (ATL) pada, Rabu 14 April 2021. Bantuan yang ada masih berupa sembako dan pakaian. Dilokasi tersebut meskipun tidak ada korban jiwa namun kerusakan harta benda dan ternak serta lahan pertanian yang sangat parah.
Tak Kenah Lelah Untuk Masalah Kemanusiaan
Seakan tak kenal lelah, itulah semangat Suster asal Lembata ini. Setelah mengunjungi dua lokasi bencana di dua kecamatan yang berbeda, kemudian selang beberapa harinya lagi, Muder Agnes, kembali melakukan perjalanan kemanusiaan lagi. Kali ini Muder Agnes menyeberang lautan membawa bantuan dengan menumpang perahu menuju ke Desa Tamakh, di Kecamatan Pantar Tengah. Penyeberangan ke wilayah ini yang berada di Pulau Pantar memiliki tantangan tersendiri, karena melewati jalur laut yang sangat menantang oleh arus berputar dan gelombang tinggi yang dikenal masyarakat Alor dengan sebutan Mulut Kumbang. Namun hal itu tidak menjadi alasan bagi Muder Agnes untuk mengeluh, malah dirinya sangat menikmati perjalanan tersebut.
Bahkan menurut Muder Agnes, kelelahannya dalam perjalanan itu terbayar habis ketika dirinya tiba di Tamakh, pasalnya meski kondisi Tamakh saat itu dalam keadaan “hancur-lebur” akibat bencana seroja, namun kedatangannya disambut dengan antusias oleh masyarakat yang tengah menderita. Di Tamakh ini bantuan yang dibawah langsung diserahkan melalui Pendeta di dalam Gereja diwilayah itu yang juga merupakan Posko Bantuan.
“Saya merasa sangat terharu, karena sepertinya hal yang tidak pernah dibayangkan ada solidaritas kemanusiaan yang tinggi dari sesama yang selama ini belum pernah bersua,” tandas Suster Agnes, sambil mengungkapkan informasi yang diterimanya dilokasi bencana tersebut tercatat 5 korban jiwa, 4 sudah ditemukan dan seorangnya lagi hilang, rumah penduduk dan tanaman pun mengalami kerusakan parah.
Setelah kembali dari Tamakh, biarawati yang satu ini merasa belum puas bila belum dapat menjangkau semua lokasi yang terdampak bencana parah di Kabupaten Alor. Dirinya setelah rehat sejenak, kemudian kembali melakukan perjalanan panjang lagi ke desa Lipang di Kecamatan Alor Timur Laut. Desa ini memiliki medan yang cukup berat untuk sampai kesana disaat kondisi bencana seperti ini. Buktinya sejumlah pejabat yang ke sana dengan menggunakan helikopter, akibat kondisi jalan darat rusak parah, namun Suster yang kesehariannya bekerja di Balai Pengobatan St. Elizaeth-Tombang ini rela menggunakan kendaraan penumpang angkutan desa membawa bantuan kemanusiaan, pada Senin 26 April 2021 lalu.
“Di sana bersama Pemerintah setempat dan Pendeta Gereja bersama-sama menyalurkan bantuan kepada keluarga para korban. Diwilayah itu akibat bencana tersebut menelan 17 korban jiwa, dan ada yang ditemukan, tetapi ada juga yang belum ditemukan hingga saat ini. Namun di Lipang tersebut ada sebuah ceritera menarik, ini sebuah mukjizat di mana cinta Tuhan bekerja, dimana seorang anak kecil selamat dari bencana banjir, sedangkan orangtuanya menjadi korban banjir,” jelas Muder Agnes.
“Masih sejumlah lokasi terdampak bencana yang parah yang belum dikunjungi. Kami tengah memikirkan itu untuk dapat sampai ke sana, karena masyarakat membutuhkan sentuhan kasih meski bantuan yang disalurkan tidak seberapa,” tambah Muder Agnes yang merencanakan akan berangkat ke beberapa desa di Pulau Pantar yang terdampak bencana tersebut.(osm/TIMOR DAILY/TIMORDAILYNEWS.COM)