TIMORDAILYNEWS.COM – Kapolres Belu, AKBP Khairul Saleh akhirnya mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3)atas kasus dugaan tindak pidana pemilu pada Pilkada Belu yang menyeret Akulina Dahu.
Penghentian penyidikan ini melalui surat ketetapan nomor : SP.Tap/01/I/2021/Polres Belu tertanggal 19 Januari 2021.
Menurut keluarga Akulina, surat ini baru diantar ke rumahnya Akulina pada tanggal 12 Februari setelah adanya pemberitaan bahwa Akulina Dahu melalui kuasa hukumnya melapor ke Kapolri.
“Surat diantar polisi ke rumah Akulina Dahu tanggal 12 Februari 2021,” kata Frans Bau, om kandung Akulina, Sabtu 13 Februari 2021 seperti dilansir Media Kupang.
Penghentian penyidikan kasus ini diduga karena ketidakmampuan penyidik untuk mengungkap kasus itu dalam rentang waktu yang ada.
Pasalnya, berkas perkara tersebut sudah bolak-balik sebanyak dua kali antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Belu dengan Penyidik Polres Belu.
Dalam surat ketetapan Kapolres, kasus Akulina Dahu dihentikan dengan alasan tidak cukup waktu.
“Karena tidak cukup waktu untuk melakukan penyidikan tindak pidana pemilu tersebut, setelah ada pengembalian berkas perkara yang kedua kalinya oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum Kejari Belu, red)” tulis Kapolres dalam surat ketetapan nomor : SP.Tap/01/I/2021/Polres Belu tertanggal 19 Januari 2021.
Ada tiga hal yang diputuskan dalam surat ketetapan tersebut yakni :
1. Menghentikan penyidikan perkara atas nama; Akulina Dahu (24)
2. Melaporkan penghentian penyidikan kepada Bawaslu Kabupaten Belu, Kepala Kejaksaan Negeri Belu serta pihak-pihak yang terkait.
3. Surat ketetapan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dalam hal tersangka ditahan, diperintahkan segera dikeluarkan.
Untuk diketahui, kasus Akulina ini mendapat atensi dari pemerhati dan aktivis kemanusiaan di Kabupaten Belu. Mereka menggelar sejumlah aksi unjukrasa menuntut agar Akulina yang ditahan sejak Desember 2020 itu dibebaskan.
Akulina juga melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan praperadilan terhadap penyidik Polres Belu atas penetapan tersangka namun ditolak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Atambua.
Kasus tersebut akhirnya sampai ke pengadilan karena kuasa hukum Akulina Dahu mengajukan gugatan praperadilan terhadap Penyidik Polres Belu atas penangkapan dan penahanan Akulina sebagai tersangka.
Meski majelis hakim menolak gugatan peradilan, kasus tersebut juga tidak bisa diproses lebih lanjut karena dihentikan oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kabupaten Belu.
Ketua Bawaslu Kabupaten Belu, Andreas Parera, Senin 25 Januari 2021 mengatakan, Sentra Gakkumdu telah melakukan rapat pada tanggal 14 Januari 2021 lalu dan hasilnya, disepakati agar kasus dugaan pelanggatan pemilu itu dihentikan.
“Gakumdu sudah melakukan rapat koordinasi baik di tingkat pimpinan antara, Ketua Bawaslu, Kapolres, dan Kajari. Selain itu kami juga sudah melakukan rapat koordinasi di tingkat provinsi yaitu Bawaslu Provinsi NTT, Kapolda NTT, Kajati NTT. Setelah itu dipertegas lewat rapat koordinasi di tingkat Sentra Gakumdu Kabupaten Belu,” jelas Andreas.
Meski mengungkapkan bahwa kasus tersebut dihentikan, Andreas mengatakan untuk selanjutnya secara teknis adalah ranah pihak kepolisian Polres Belu.
“Dalam rapat itu disepakati untuk direkomendasikan penghentian kasus tersebut. Jadi kami hanya bisa merekomendasikan karena kewenangannya bukan di Gakumdu tapi di lembaga kepolisian,” ujarnya.
Menurut Kapolres Belu AKBP Khairul Saleh dalam konferensi pers akhir tahun 2020 di Aula Lantai I Mapolres Belu, Rabu 30 Desember 2020 lalu, Akulina adalah pemilih yang menggunakan KTP luar Belu mencoblos di TPS 02 Desa Nanaenoe.
Tersangka CM adalah KPPS 05 yang berperan mengurus daftar hadir di pintu masuk TPS sedangkan tersangka PJ adalah KPPS 04 yang juga ketua KPPS. Ia berperan memberikan surat suara kepada pemilih.
Dikatakan, Akulina datang mencoblos menggunakan identitas KTP. KTP yang dimiliki tersangka Lina adalah KTP lama yang bagian kop KTP masih tertulis Provinsi NTT, Kabupaten Belu.
Padahal wilayah tempat tinggal Akulina berdasarkan KTP tersebut merupakan wilaya Pemerintahan Kabupaten Malaka dengan alamat Fukanfehan, Desa Alas Utara, Kabupaten Malaka.
Sesuai pengakuan tersangka CM seperti termuat dalam laporan polisi, dirinya kurang teliti saat melayani tersangka AD. Ia baru mengetahui tersangka AD menggunakan KTP luar Belu setelah surat suara sudah dicoblos.
Dugaan tindak pidana ini menjadi temuan pengawas dan ditelusuri lebih lanjut oleh tim Sentra Gakkumdu.
Hasil penelusuran, Gakkumdu menemukan ada unsur pidana pemilu yang dilakukan AD serta dua orang KPPS sehingga Gakkumdu merekomendasikan kasus itu ke Polres Belu.
Penyidik Polres Belu melakukan penyelidikan hingga tahap penyidikan. Setelah cukup bukti, penyidik menetapkan tiga orang tersangka.
“Setelah kita menerima laporan polisi, kami periksa saksi dan terlapor. Kemudian kami gelar perkara yang diikuti Gakumdu. Dari situ kita tetapkan tiga tersangka,” kata Kapolres.
Menurut Kapolres, tersangka AD dijerat dengan pasal 178 huruf c ayat 1, UU 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1 tahun 2015 tentang Penetapan Perpu 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati dan Pemilihan Wali Kota menjadi Undang-Undang dengan ancaman penjara paling singkat 36 bulan atau paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 36 juta atau paling banyak Rp 72 juta. (MEDIA KUPANG/ TIMOR DAILY/TIMORDAILYNEWS.COM)