Gegara Aksi Damai Tim Medis Malaka, Bupati SBS Terancam Sanksi Berat

TIMORDAILY.COM, MALAKA – Bupati Stef Bria Seran diduga tidak mengikuti Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penegakan Protokol Kesehatan Untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang dikeluarkan pada tanggal 18 November 2020.

Pasalnya di Pemerintah Kabupaten Malaka di bawah kepemimpinan bupati SBS, melalui Perhimpunan Tenaga Lintas Profesi Kesehatan Kabupaten Malaka menampilkan suasana berbeda di saat masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Hal itu diketahui aksi unjuk protes itu dihiasai kerumunan orang.

Sesuai pantauan di Kantor DPRD Kabupaten Malaka, Kamis (28/1/21) siang, sejumlah tenaga medis menyerobot masuk ke Kantor Dewan tanpa menghiraukan sarana cuci tangan yang diletakkan di pintu masuk kantor yang dikendalikan Sekretaris DPRD Kabupaten Malaka, Carlos Moniz.

Tempat cuci tangan berwarna biru yang disimpan di atas kursi itu dilengkapi dengan sabun dalam kemasan botol bertuliskan Hand Mouistueizer Soap. Namun, seolah-olah tidak dihiraukan semua yang berdatangan.

Padahal dalam surat edaran Medagri yang dikutip dari Makramat.com (20/11/2021). Kedudukan Kepala Daerah yaitu Gubernur, Bupati, dan Walikota terancam mendapatkan sanksi pemberhentian jika tidak mampu menerapkan protokol kesehatan di daerahnya masing-masing. Ancaman tersebut bermula dari arahan Presiden dalam rangka pencegahan penyebaran COVID-19.

Ketentuan ancaman terhadap kepala daerah itu kemudian dituangkan ke dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penegakan Protokol Kesehatan Untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang dikeluarkan pada tanggal 18 November 2020.

Secara normatif, Instruksi Mendagri tersebut mulai berlaku dan mengikat sejak tanggal 18 November 2020 dan seterusnya. Artinya, Instruksi Mendagri tersebut mulai berlaku untuk peristiwa atau kejadian setelah tanggal 18 November 2020, sedangkan peristiwa sebelumnya tidak terkena ketentuan tersebut.

Instruksi Mendagri tersebut berisi enam poin yang tujuannya dalam rangka meningkatkan penegakan protokol kesehatan dalam pengendalian penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19). Pelaksanaan hal tersebut dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya, dalam pelaksanaannya diperlukan langkah-langkah cepat, tepat, fokus, dan terpadu antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam menyikapi kebijakan yang telah terbit untuk ditaati guna mencegah penyebaran Covid-19 di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun materi muatan Instruksi Mendagri tersebut berbunyi sebagai berikut:

Kesatu: Menegakkan secara konsisten protokol kesehatan Covid-19 guna mencegah penyebaran Covid-19 di daerah masing-masing berupa memakai masker, mencuci tangan dengan benar, menjaga jarak, dan mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi melanggar protokol tersebut.

Kedua: Melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan Covid-19 dan tidak hanya bertindak responsif/reaktif. Mencegah lebih baik daripada menindak. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara humanis dan penindakan termasuk pembubaran kerumunan yang dilakukan secara tegas dan terukur sebagai upaya terakhir.

Ketiga: Kepala daerah sebagai pemimpin tertinggi pemerintah di daerah masing-masing harus menjadi teladan bagi masyararakat dalam mematuhi protokol kesehatan Covid-19, termasuk tidak ikut dalam kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan.

Keempat: Bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diingatkan kepada kepala daerah tentang kewajiban dan sanksi bagi kepala daerah sebagai berikut:

Kelima: Berdasarkan instruksi Diktum KEEMPAT, kepala daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi pemberhentian.

Keenam: Instruksi Menteri ini berlaku pada tanggal dikeluarkan.

Berdasarkan Instruksi Mendagri tersebut, kepala daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi pemberhentian. Artinya, kepala daerah yang tidak mampu menjalankan peraturan daerah, atau peraturan kepala daerah yang dibuatnya akan terkena ketentuan ini.

Seperti diketahui, penetapan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ada yang didasarkan kepada peraturan daerah, peraturan kepala daerah atau keputusan kepala daerah. Jika penerapan ketentuan tersebut tidak berjalan efektif akan menjadi pintu masuk kepala daerah itu diberhentikan (VIA/TIMORDAILY/TIMORDAILY.COM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *