Belu, News  

Lakmas NTT Sebut Kapolres Belu Terancam Pidana Penjara 8 Tahun dan Denda Rp10 Miliar, Simak Ulasan Lengkapnya

Lakmas NTT Sebut Kapolres Belu Terancam Pidana Penjara 8 Tahun dan Denda Rp10 Miliar, Simak Ulasan Lengkapnya
Lakmas NTT Sebut Kapolres Belu Terancam Pidana Penjara 8 Tahun dan Denda Rp10 Miliar, Simak Ulasan Lengkapnya/Foto Olahan The East Indonesia

TIMORDAILYNEWS.COM –  Lembaga Advokasi Anti Kekerasan Masyarakat Sipil (Lakmas) NTT adalah salah satu lembaga selain PMKRI yang bersuara keras ketika kasus dugaan pengrusakan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole yang diduga melibatkan Kapolres Belu, AKBP Richo Simanjuntak mencuat ke publik beberapa waktu lalu.

Lakmas NTT juga anggota Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) ini tegas meminta para pelaku pengrusakan kawasan hutan lindung diproses hukum.

Direktur Lakmas NTT, Viktor Manbait dalam rilisnya yang diterima media ini, Kamis (4/4/2024) dalam salah satu poinnya menduga Kapolres Belu mendanai kegiatan di luar kehutanan (aktivitas terlarang dalam kawasan Hutan Lindung, red) sehingga terancam pidana penjara 8 tahun dan Denda Rp10 miliar.

Viktor lantas menyebutkan ada 10 poin berisi pasal-pasal yang diduga dilanggar oleh Kapolres Belu AKBP Richo Simanjuntak.

BACA JUGA : LAKMAS NTT Sebut Kapolres Belu AKBP Richo Simanjuntak Langgar Kode Etik Serius

Sementara itu, Kapolres Belu AKBP Richo Simanjuntak secara tegas mengatakan, akses jalan yang dikerjakan merupakan hasil komunikasi antara Polres Belu dan masyarakat setempat, juga bukan sekadar proyek pembangunan, melainkan upaya nyata untuk memberikan layanan dan kesejahteraan bagi mereka yang selama ini mengalami keterbatasan akses transportasi.

“Kami tidak hanya membangun jalan, tetapi juga membuka peluang-peluang baru bagi kesejahteraan masyarakat. Kasihan bagi para ibu yang ingin berobat atau wanita yang sedang hamil, akses yang baik sangatlah penting untuk keselamatan dan kesejahteraan mereka,” ungkap Kapolres Richo, melalui telepon pada Kamis (4/4/2024) siang seperti dilansir NTTNews.

AKBP Richo menyebut tudingan bahwa dirinya merusak hutan adalah hoaks. Bahwa pihaknya tidak hanya berfokus pada kelestarian hutan, tetapi juga pada kesejahteraan masyarakat.

Kembali kepada pernyataan Direktur Lakmas NTT Viktor Manbait, bahwa 10 poin yang diulas olehnya dan semakin menegaskan adanya ancaman pidana terhadap Kapolres Belu AKBP Richo Simanjuntak jika terbukti bersalah.

Berikut ini ulasan lengkap Direktur Lakmas NTT sekaligus anggota WALHI :

Kawasan hutan Lindung TGHK 184 Bifemnasi Sonmahole di Desa Tukenono Kabupaten Belu yang membentang dalam satu kawasan hutan dengan Desa Birunatun, Naku, Nifutasi, Kota Foun dan Desa Motadik di Kabupaten TTU ini kaya akan jenis kayu hutan unggul seperti jati, mahoni dan Sonekeling.

Perdagangan Kayu Sonekeling dimanfaatkan untuk perabot rumah kelas tinggi, vinir, rangka pintu dan jendela, alat musik, barang ukiran, kayu perpatungan, bahan dasar furniture dan industri kayu baik di dalam maupun di luar negeri.

Sejak 2 Januari 2017, pengangkutan Sonekeling harus memiliki dokumen resmi yakni Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Dalam Negeri –SATS-DN dan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Luar Negeri untuk kebutuhan luar Negeri dari Balai Konservasi dan sumber daya alam (BBKSDA).

Akses ke kawasan Hutan Bifemnasi Sonmahole ini lebih mudah melalui Desa Tukuneno Kabupaten Belu.

Pada kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole ini terdapat jalan perkerasan kehutanan yang dibangun pada tahun 1982, yang telah rusak dan nyaris hilang.

Atas permintaan warga desa Tukneno, pada Kapolres Belu yang melakukan kunjungan ke Desa Tukuneno pada tanggal 7 Maret 2024, telah dibangun sejumlah fasilitas umum berupa sarana air bersih satu buah sumur bor di dalam Desa Tukuneno dan pembangunan jalan sepanjang 2,5 kilometer pada bekas jalan kehutanan yang dibangun pada tahun 1982 dan pemasangan lampu penerangan jalan pada 12 titik di Webereliku yang masuk dalam kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole.

Kegiatan di luar kehutanan oleh Kapolres Belu yang dilakukan tanpa izin dari menteri Kehutanan ini, diduga telah melanggar ketentuan perizinan dan larangan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan dan berdampak pidana.

Kegiatan di luar kehutanan yang diduga dilakukan Kapolres Belu dalam kawasna hutan Bifemnasi Sonmmahole di Webereliku Desa Tukuneno yang berdampak pidana itu adalah :

1) Perusakan Hutan, dengan melakukan kegiatan di luar kehutanan tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan yakni: membuat jalan perkerasan di atas jalan lama sepanjang 2,5 kilometer sampai 3 kilometer dengan pelebaran 3 meter sepanjang 2,5 km s/d 3 km, membuka jalan baru sepanjang 50 meter dengan pelebaran 3 meter sepanjang 50 meter, membangun tiang penerangan jalan pada 12 titik, Melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan melanggar Pasal 12 huruf a, huruf b dan huruf d dan Pasal 18 huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indoensia Nomor 6 tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunanan Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, mengatur, pengguna kawasan hutan dapat dilakukan di dalam Kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung.

Rencana kegiatan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dapat berjalan setelah memperoleh izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (3) PP No 6/2007, dengan ancaman pidana Penjara minimal 8 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda minimal Rp10 Milyar dan maksimal Rp100 Milyar sesuai ketentuan Pasal 94 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

2) Mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah secara langsung atau tidak langsung izin, melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dalam melanggar Pasal 19 huruf d dengan ancaman pidana Penjara minimal 8 tahun maksimal 15 tahun serta denda minimal Rp10 Milyar maksimal Rp100 Milyar sesuai ketentuan Pasal 94 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan;

3) Menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dalam melanggar Pasal 19 huruf a dengan ancamana pidana Penjara minimal 8 tahu maksimal 15 tahun serta denda minimal Rp10 Milyar dan maksimal Rp100 Milyar sesuai ketentuan Pasal 94 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan ;

4) Turut serta atau Membantu penggunaan kawasan hutan secara tidak, melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dalam melanggar Pasal 19 huruf a dengan ancaman pidana penjara minimal 8 tahun maksimal 15 tahun serta denda minimal Rp10 Milyar dan maksimal Rp100 Milyar sesuai ketentuan Pasal 94 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan;

5) Menebang pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin pejabat berwenang yang melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, melanggar Pasal 12 huruf b dengan ancaman pidana Penjara minimal 3 bulan maksimal 2 tahun serta denda minimal Rp500 ribu maksimal Rp500 juta sesuai ketentuan Pasal 82 ayat (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan;

6) Menebang pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah , melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Peruskan Hutan dalam Pasal 12 huruf dengan ancaman pidana Penjara minimal  5 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda minimal Rp5 milyar dan maksimal Rp15 milyar ditambah 1/3 dari ancaman pidana pokok sesuai ketentuan Pasal 82 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan;

7) Membawa alat- alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang, melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 12 huruf f dengan ancaman pidana Penjara minimal 1 tahun sampai dengan 5 tahun serta denda Rp250 juta sampai dengan Rp5 Milyar, bila lalai dipidana penjara 8 bulan sampai dengan 2 tahun sesuai ketentuan Pasal 84 ayat (1 ) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan;

8) Melakukan penambangan dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri , melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 17 ayat (1) huruf b dengan ancaman pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda minimal Rp1,5 Milyar maksimal Rp10 Milyar sesuai ketentuan Pasal 84 ayat (1 ) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan; Bagi setiap orang, atau Badan hukum yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Penambangan –IUP berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara , dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

9) Membawa alat- alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau angkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri , melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 17 ayat (1) huruf b dengan ancaman pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda minimal Rp1,5 Milyar dan maksimal Rp10 Milyar sesuai ketentuan Pasal 84 ayat (1 ) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Kita memberi apresiasi atas respon cepat propam Polda NTT atas dugaan perusakan hutan oleh Kapolres Belu ini.

Dugaan perbuatan melawan hukum dalam beraktifitas dalam kawasan hutan lindung tanpa izin dan melanggar larangan kegiatan di luara kehutanan berdampak pidana sebagaimana disebutkan, jelas sangat bertentangan juga dengan kode etik profesi anggota Polri yang dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya dituntut untuk tunduk dan taat pada hukum.

Predektif, mampu dalam mengantisipasi dalam mencegah terjadinya pelanggaran hukum sekaligus cerdas dan solutif dalam menjawab dan membantu kebutuhan masyarakat berbasis pengetahuan, data dan metode yang tepat tanpa melangar hukum sesuai dengan motto Presisinya Kapolri.

Melalui pengembangan asas preventif dan asas kewajiban umum kepolisian yaitu memilihara kemanan dan ketertiban masyarakt dalam hal setiap pejabat Polri memiliki kewenangan Diskresi, yaitu kewenangan untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan penilian sendiri yang sejalan dengan ketentuan hukum.

Sementara itu, dalam etika kelembagaan polisi dilarang untuk melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi, nepotisme atau gratifikasi, mengambil keputusan yang berentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pengaruh keluarga sesama angota polri atau pihak ketiga . (*/roy/TIMOR DAILY/TIMORDAILYNEWS.COM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *