Banjir Benenai vs ‘Banjir’ Mobil Dinas di Jalanan

(Yosman Seran - Alumnus STFK Ledalero)

TIMORDAILY.COM, OPINI – Beberapa bulan lalu, media massa dan media sosial kembali melansir dan menginformasikan bencana alam yang menimpa masyarakat Kabupaten Malaka. Luapan banjir melanda beberapa wilayah kecamatan yang mengakibatkan rumah ‘diselimuti’ air keruh dan lahan pertanian pun terendam banjir.

Sesuai dengan data yang dirilis Surat Kabar Harian Viktorynews dan media online timorline.com bahwa, di sejumlah kecamatan dan desa, terendam banjir bandang akibat luapan kali Benenai.

Dengan terang benderang, kedua media itu merilis sebanyak 1.115 rumah warga terendam banjir. Tidak hanya itu, beberapa media pun memberitakan terkait lahan pertanian dengan hasil pertanian warga terendam luapan banjir tersebut.

Melihat peristiwa alam ini, pikiran saya dibangkitkan kembali dengan peristiwa banjir bandang Benenai yang terjadi pada tahun 2000 silam.

Peristiwa itu menelan ratusan bahkan ribuan nyawa manusia. Luapan banjir pada tahun itu menyita banyak perhatian dari pemerintah dan organisasi kemanusiaan lainnya.

Dibandingkan dengan beberapa tahun terkahir, wilayah terdampak banjir atau pemukiman warga di sekitaran aliaran sungai Benenai kembali menerima luapan air dari kali Benenai.

Peristiwa alam telah menjadi ritual tahunan. Masyarakat membutuhkan uluran tangan kasih dari para pemimpin di daerah Kabupaten Malaka.

Harapan panjang masyarakat terdampak banjir merupakan satu tuntutan untuk membuktikan kemampuan pemimpin di daerah ini.

Apakah mampu mengatasi atau justru membiarkan? Pemerintah dalam hal ini dinas-dinas terkait harus mulai sadar dan bisa mengukur kapasitasnya.

Kalau memang masyarakat terus mengalami musibah ini, sebaiknya kepala dinas bersangkutan mengundurkan diri dari jabatannya dan memberi kepercayaan bagi orang lain untuk mengurus dinas bersangkutan.

Peristiwa tahunan (banjir) bukan menjadi ajang lomba pencitraan bagi para pejabat di kabupaten Malaka. Tapi menjadi tolok ukur kemampuan seorang pejabat dan pemimpin daerah dalam mengurus warga atau masyarakatnya.

Peristiwa ini (banjir) bukan sekedar hadir dan memberi harapan belaskasihan atas penderitaan, tetapi solusi kepada masyarakat sehingga tidak menyengsarakan warga.

Beberapa hari belakangan, intensitas hujan di Kabupaten Malaka kian tinggi. Pemukiman di beberapa Daerah Aliran Sungai dikabarkan kembali terendam banjir akibat luapan kali Benenai.

Ritual tahunan ini kembali terjadi. Nah, apabila terus dibiarkan seperti saat ini, siapa yang sanggup bertanggungjawab?

HAM dan ‘Matinya’ Nurani Pemda

Sengketa/perkara pemilukada serentak tahun 2020 kemarin telah usai di Mahkamah Konstitusi. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Malaka telah resmi menetapkan calon terpilih pasangan Calon Dr. Simon Nahak, S.H.,M.H dan Louise Lucky Taolin, S.Sos sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih periode 2021-2026..

Kurang lebih seminggu setelah penetapan oleh KPUD Kabupaten Malaka, tepatnya pada tanggal 27 Maret kemarin, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat melantik 4 orang penjabat termasuk salah satunya adalah penjabat Kabupaten Malaka.

Kabupaten Malaka dipercayakan kepada Viktor Manek, S.Sos.,M.Si – yang adalah kepala dinas PMD Provinsi NTT.

Jabatan rangkap ini diberikan kepada Viktor Manek sebagai putra Malaka yang tentunya telah diukur kapasitas dan kemampuannya serta telah memenuhi syarat sehingga dilantik oleh Gubernur NTT.

Viktor Manek diberi kepercayaan untuk bisa mengatur Kabupaten Malaka dalam beberapa hari mendatang, sambil menunggu pelantikkan Bupati dan Wakil Bupati definitif.

Sejak hari pertama (seperti dilansir salah satu media online, 28/03/21),, dengan semangat riang gembira, penjabat Bupati Malaka Viktor Manek bersama wakil ketua I DPRD Malaka dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya mengunjungi daerah rawan banjir.

Apa yang terjadi di sana? Penjabat dan para OPD, serta wakil ketua I DPRD pergi dan hanya melihat. Entah, apa yang akan dibuatnya nanti, masyarakat hanya berpasrah dan menunggu.

Sejak kunjungan ke lokasi banjir, hingga saat ini, hujan terus mengguyur Kabupaten Malaka. Banjir terus mengalir dan menyusup masuk sampai kamar keluarga masyarakat.

Sementara di balik kesengsaraan warga terdampak, di jalanan, mobil-mobil dinas para pejabat kabupaten Malaka terus berkeluyuran, arak-arakan seperti para tamu undangan di pesta pernikahan yang mengantar sepasang pengantin menuju pelaminan.

Hujan ‘kiti-kiti’ di atap mobil dinas, para pejabat pun ‘kiti-kiti’ di jalanan. Masyarakat terus menderita menanti penuh pengharapan. Memangku jabatan di birokrasi harus bekerja, bukan ramai-ramai menggunakan mobil dinas berada di jalanan.

Persoalan banjir adalah persoalan kemanusiaan. Hak sebagai manusia terancam oleh bencana alam (banjir). Selain itu, secara tidak langsung, pemerintah pun sedang/sementara membunuh warganya sendiri. Nurani menjadi kabur bahkan mati terhanyut aliran banjir bandang.

Ada harapan, Kerinduan dan Pengakuan

Masyarakat yang terdampak banjir merupakan awasan bagi pemerintah untuk meninjau kembali integritas dan kapasitas seorang pemimpin.

Mampukah mencari solusi mengatasi banjir? Atau hanya sekedar memberi bantuan untuk bisa memberi harapan palsu kepada Masyarakat?

Rentetan pertanyaan itu pun mendesak nurani untuk memberi sebuah pengakuan bahwa korban bencana – masyarakat yang tinggal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Benenai juga punya Hak atas hidupnya. Hak dengan sesama yang jauh dari panggangan banjir Benenai.

Banjir yang melanda masyarakat di beberapa kecamatan manjadi medium tuntutan kepada pemerintah untuk segera membantu, mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawabnya.

Pemerintah dituntut untuk menjamin warganya agar tetap hidup, selamat, dan keluar dari penderitaan. Pertanyaannya, mampukah? Atau hadir sebagai pemberi harapan palsu?

Pemerintah seharusnya sudah tahu titik solusi untuk bisa mengatasi luapan banjir dari kali Benenai. Namun kenyataan membuktikan, sampai saat ini, pemerintah hanya ikut menonton.

Selain itu, pemerintah sudah harus membangun tanggul di sekitaran daerah aliran sungai. Sehingga mitigasi banjir terus diperhatikan dan tidak lagi menjadi fokus perhatian dan/atau tugas tahunan pemerintah daerah.

Sangatlah menyedihkan, hingga saat ini tindakan riil dari pemerintah tidak ada. Apakah pemerintah daerah menunggu adanya ratusan bahkan ribuan korban bencana banjir? Atau membiarkan ini menjadi lahan untuk pencitraan setiap tahun?

Semoga pemimpin baru terpilih Dr. Simon Nahak bersama Louise Lucky Taolin membawa harapan baru dan nafas segar kepada masyarakat Kabupaten Malaka terkhusus kepada mereka yang berada di daerah aliran sungai. Salve!

Penulis: Yosman Seran  (Alumnus STFK Ledalero)

google.com, pub-4291941378970298, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *