Opini  

Urgensi Budaya Literasi Berbasis Kearifan Lokal Dalam Bingkai Pendidikan Masa Kini

Marselus Mali Leto, S.Ag, M.Pd (ASN asal Kletek – Malaka, Pemerhati Sosial Pendidikan, Alumnus Pascasarjana Undana)

TIMORDAILY.COM, OPINI – Budaya literasi berbasis kearifan lokal dalam bingkai pendidikan masa kini merupakan bentuk nyata adanya toleransi dan kerja sama semua sektor demi terwujudnya kesejahteraan umum dalam mencapai tujuan utama pendidikan.

Maraknya aksi kekerasan dalam dunia pendidikan kita patut menjadi perhatian serius para orang tua, masyarakat, lembaga pendidikan dan pemerintah.

Akar masalah utama dan pertama terjadinya tindakan kekerasan di masyarakat, di sekolah maupun di rumah adalah kurangnya sentuhan kasih sayang dan perhatian tulus kepada anak serta rendahnya budaya literasi kita.

Padahal budaya literasi berbasis kearifan lokal seperti adat-istiadat yang kita miliki dapat mempengaruhi cara pandang, pola sikap dan pola tindak masyarakat umumnya dan dunia pendidikan khususnya dalam tatanan kehidupan kita bersama menuju masyarakat yang beradat dan beradab.

Semakin gencarnya teknologi yang berkembang pesat saat ini tidak menutup kemungkinan akan berimbas pula pada dunia pendidikan di masa kini, bahkan di masa yang akan datang.

Namun terkadang kita tak menyadari bahwa semakin canggihnya sistem teknologi, semakin merosot pula moral dan akhlak yang dimiliki oleh anak bangsa.

Karena itu Penguatan Pendidikan Karakater sangatlah erat hubungan dengan kasih sayang/Hadomi Haklaran anatar sesama anak bangsa perlu mendapat perhatian kita.

Guru bisa saja dituntut membuat dan melaporkan setumpuk administrasi untuk menjadi bukti bahwa pendidikan karakter memang dilaksanakan.

Namun, tanpa kasih sayang dan perhatian kita itu semua menjadi semu belaka, hanya sekedar formalitas.

Apa pun zamannya, juga apa pun model kurikulumnya,sangat diperlukan semangat kasih sayang dan perhatian yang sangat serius dari para  orangtua, guru dan pemerintah itulah yang mesti dipelihara.

Rumah sebgai pendidikan utama dan pertama belajar arti sebuah kehidupan masa depan dan sekolah sebagai bengkel kemanusiaan mestinya tetap menjadi tempat bertumbuhnya kasih sayang dan perhatian orangtua untuk anak diwujudnyatakan.

Ketika anak-anak kita merasa aman di rumah,dan merasa aman di sekolah, pendidikan pun dengan sendirinya akan berlangsung aman, lancar dan damai.

Dalam dunia pendidikan masa kini, kita bisa saja bermimpi besar untuk menggagas berbagai rancangan program kerja yang hebat dan inovatif untuk memajukan pendidikan kita, tetapi juga tidak bisa kita menutup mata hati kita bahwa kekerasan dalam dunia rumah tangga dan pendidikan kian hari terus-menerus terjadi.

Hal inilah yang  perlu mendapat respon perhatian dan penanganan yang sebegitu serius dari para orangtua, lembaga pendidikan dan pemerintah.

Segala ide, gagasan dan wacana dalam dunia pendidikan yang berhubungan dengan istilah `internasional, `inovasi, atau `progresif pun makin marak dibincangkan.

Karena itu sanagatlah diperlukan bengkel kemanusiaan yakni sebuah budaya literasi yang harus terus dibangun, mengingat pentingnya penyesuaian diri anak-anak muda generasi emas di era kekinian yang semakin berkembang.

Tentu hal ini, memmbutuhkan sikap dan tindakan nyata yang harus ditanamkan sejak dini, guna menyeimbangkan perkembangan pengetahuan yang tanpa batas, yaitu sikap universalitas, humanitas, dan globalitas yang harus senantiasa beriringan sesuai dengan perkembangan zaman kekinian.

Tentu itu semua terdengar waoooo-hebat banget—tetapi apakah esensial?

Istilah kasih sayang `Hadomi, hakneter haktaek` semakin hari kian redup samar-samar menjauh,  padahal itulah nafas pendidikan yang sanagtlah esensial, untuk meletakkan fondasi kuat pendidikan karakter.

Tanpa kasih sayang/hadomi hakneter haktaek dan tanpa perhatian serius dari kita akan merupakan sebuah mimpi-mimpi indah dan sekedar lipsservice dalam pengajaran demi memenuhi target sebuah kurikulum.

Tanpa kasih saying dan perhatian, pendidikan mungkin bisa maju, tapi karakter anak-anak bangsa kita sebagai generasi penerus bangsa tak menjadi perhatian.

Kasih sayang / haklaran, hadomi, hakneter dalam pendidikan, yang dalam hal ini berhubungan dengan keluhuran budaya Sabete Saladi mestinya menjadi modal muatan lokal dan pilar pendidikan kita masa kini di rumah budaya kita sendiri. Aku bangga miliki budaya sendiri.

Penulis: Marselus Mali Leto, S.Ag, M.Pd (ASN asal Kletek – Malaka, Pemerhati Sosial Pendidikan, Alumnus Pascasarjana Undana)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *